BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latarbelakang
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut
Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan
dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Menurut
FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk
memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa
simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan
tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang
dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang
memiliki nilai gizi dan ada yang tidak.
Pemakaian
bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan.
Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Dirjen POM).
1.2 Rumusan
Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Pangan?
b. Apa saja sifat dan kegunaan Bahan Tambahan Pangan?
c. Bagaimana keamanan dari Bahan Tambahan Pangan?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Pangan
b. Untuk mengetahui sifat dan kegunaan Bahan Tambahan Pangan
c. Untuk mengetahui keamanan dari Bahan Tambahan Pangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bahan Tambahan Pangan
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah
bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan
nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan
aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu
bahan aditif makanan alami dan buatan (sintetis).
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara
alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan
makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.
Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih
menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik
serta awet maka sering dilakukan
penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia
tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan
atau campuran bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat, dan pengental.
Didalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa Bahan Tambahan
Makanan yang selanjutnya disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum
oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam prakteknya
masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang dilarang
seperti formalin, boraks, sebagai BTP. Bahanbahan tersebut sering digunakan
karena mempunyai fungsi yang sama seperti BTP, misalnya formalin merupakan
bahan pengawet mayat, tekstil, kayu. Hal tersebut dikarenakan ketidaktahuan
produsen pangan, sehingga bahan tersebut digunakan untuk pangan sebagai BTP
Dampak penggunaan
bahan berbahaya sebagai BTP dan BTP yang melampaui dosis terhadap kesehatan
umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, sehingga produsen
seringkali tidak menyadari bahaya yang terjadi.
Penyimpangan
atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan yang sering dilakukan oleh produsen
pangan, yaitu :
- Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk pangan seperti formalin, boraks, rhodamin, methanil Yellow.
- Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
- Menggunakan BTP yang tidak sesuai dengan kategori pangannya.
Penggunaan bahan yang berbahaya atau BTP yang melebihi batas
akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi
yang akan datang seperti penyakit kanker. diabetes melitus. Oleh karena itu
produsen pangan perlu mengetahui mengenai sifat-sifat dan keamanan penggunaan
BTP. serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah mengenai penggunaan BTP. sehingga dapat menggunakan BTP dengan benar
dan tepat.
2.2 Fungsi Bahan Tambahan Pangan pada Bahan
Pangan
Bahan tambahan
pangan adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak
merupakan bahan baku pangan. dan penambahannya kedalam pangan ditujukan untuk
mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan.
dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses pengolahan Secara
khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
- Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan
- Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut
- Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera
- Meningkatkan kualitas pangan
- Menghemat biaya
2.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan
pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan.
Saat ini, pengelompokkan bahan
tambahan pangan yang diizinkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
R1 No. 722/Menkes/Per/IX/88 dikelompokkan menjadi 11 golongan yaitu:
- Pewarna, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan
- Pemanis buatan, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi
- Pengawet, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
- Antioksidan, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan
- Antikempal, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk
- Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan inenambah atau mempertegas rasa dan aroma
- Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman pangan
- Pemutih dan peniatang tepung, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan
- Pengemulsi, peniantap dan pengental, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan
- Pengeras, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan
- Sekuestran, yaitu Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan, sehingga memantapkan warna. aroma dan tekstur.
Codex Alimentarius Commission (CAC) yang merupakan badan
dunia yang dibentuk oleh FAO dan WHO untuk menyusun standar, pedoman dan code
of practice terkait pangan, telah menetapkan bahwa BTP dikelompokkan menjadi 27
golongan yaitu: antibuih, antikempal, antioksidan, pengkarbonasi, garam pengemulsi,
gas untuk kemasan, umektan, pelapis, pemanis, pembawa, pembentuk gel, pembuih,
pengatur keasaman, pengemulsi, pengawet, pengembang, pengeras, pengental,
penguat rasa, peningkat volume, penstabil, peretensi warna, perlakuan tepung,
pewarna, propelan, perisa dan sekuestran.
2.4 Sifat, Kegunaan dan Keamanan Bahan Tambahan Pangan
Dari beragam jenis bahan tambahan pangan seperti yang telah
disebutkan diatas, sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya pada pangan
lebih sering dibandingkan dengan bahan
tambahan pangan lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan bahan tambahan pangan yang sering
digunakan tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
1. Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa
tujuan, yaitu :
- Memberi kesan menarik bagi konsumen
- Menyeragamkan warna makanan
- Menstabilkan warna
- Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
- Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan
Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diutur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai
pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta
batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi masih
banyak produsen pangan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan
pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk
tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah. lebih stabil selama
penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui
dan menyadari bahaya dari pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya
yang sering ditemukan pada makanan. terutama makanan jajanan, adalah Metanil
Yellow (kuning metail) yang berwarna kuning. dan Rhodamin B yang berwarna
merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan
berbagai macam makanan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu. pisang dan tahu
goreng. dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker
yang gejalanya tidak dapat terlihat angsung setelah mengkonsumsi, oleh karena
itu dilarang digunakan di dalam makanan walapun dalam jumlah sedikit.
Alternatif lain
untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan
pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak
buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan
pewarna alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Rl No. 722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya
adalah :
- Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), dan yoghurt beraroma (150 mg/kg)
- Beta-karoten, yaitu pewama alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan (secukupnya)
- klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya)
- Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak ikan (secukupnya)
2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam pangan dan minuman
sebigai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis
alami (gula), yaitu :
- Rasanya lebih manis
- Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
- Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
- Harganya lebih murah
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan
pangan diIndonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan
masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami. oleh karena itu sering disebut
sebagai "biang gula". Penggunaan pemanis buatan dalam pangan diatur
melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan Keputusan
Kepala Badan POM No. UK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan
sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang
yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika bahkan
melarang penggunaan pemanis siklamat. Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat
mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen
minuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan
tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada
alasan ekonomi karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat
kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya
cukup dalam jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg - 3 g/kg
bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan
untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya untuk siklamat
sebesar 11 mg/kg berat badan/hari sedangkan sakarin sebesar 5mg/kg berat
badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 kg, maka jumlah
maksimum siklamat yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 11 mg atau 550 mg.
Jika kita mengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka
dalam satu hari kita hanya boleh mengkonsumsi 550/500 x 1 kg atau 1100 g kue.
Pemanis
buatan yang diizinkan dalam pangan adalah sebagai berikut :
1.
Alitam
2.
Asesulfam - K
3.
Aspartam
4.
Isomalt
5.
Laktitol
6.
Maltitol
7.
Manitol
8.
Neotam
9.
Sakarin
10.
Siklamat
11.
Silitol
12.
Sorbitol
13.
Sukralosa
Pemanis buatan tersebut digunakan dalam pangan sesuai dengan
batas maksimum yang dijinkan dalam kategori pangannya.
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan
yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses fermentasi, pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.
Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan adalah benzoat, yang umunya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau
kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk
mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan,
saus tomat, saus sambal, jem, jeli, manisan, kecap dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis
maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan
tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan
mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat
pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan
jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya. adalah :
- Benzoat, (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap, serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar.
- Propionate (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat), yaitu bahan pengawet untuk roti dan keju olahan
- Sorbat, (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju
- Sulfit, (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng, udang beku, dan pekatan sari nenas.
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan
pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi
kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai
makanan seperti baso, mie basah. pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong,
ketupat, dan pangsit, dan selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat
makanan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan.
Akan tetapi boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks
bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak
digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik
pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa
diketahui terkandung didalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang
sering digunakan dalam pembuatan baso, mie basah, lontong dan ketupat.
Formalin juga banyak disalah gunakan untuk mengawetkan
makanan seperti tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk
mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh
karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagi BTP
4. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat
Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di
Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat banyak merek di pasaran
seperti Sasa, Ajinomoto, Miwon, Maggy, dan lain-lain. Penyedap rasa tersebut
mengandung senyawa yang disebut
monosodium glutamat (MSG).
Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk
merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak. dan dapat memberikan
cita rasa pada makanan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak
boleh berlebihan.
5. Pengemulsi, Pemantap dan
Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam makanan
adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap
stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta
mempunyai tekstur yang kompak. Jenis makanan yang sering menggunakan BTP
semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin, jem. jeli, sirup, dan
lainlain. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan
digunakan dalam makanan diantaranya :
- Agar
- Alginat
- Dekstrin
- Gelatin
- Gom
- Karagen
- Lesitin
- Karboksimetil selulosa (CMC)
- Pektin
- Pad asetat
6. Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah
terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak atau minyak
yang terdapat di dalam makanan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan
adalah lemak dan minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan asin,
dan lain-lain. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam makanan
diantaranya :
- Askorbat
- Butil hidroksianisol (BHA)
- Butil hidroksitoluen (BHT)
- Propil galat
- Tokoferol
7. Pengatur keasaman
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk memhuat
makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur
keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali
terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan unuk membuat makanan. Beberapa
pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan,
diantaranya adalah :
- Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat
- Asam laktat
- Asam sitratKalium dan natrium bikarbonat
8. Anti kempal
Anti kempal biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk
tepung atau bubuk. Oleh karena itu peranannya di dalam makanan tidak seeara
langsung, tetapi terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
makanan seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan sebagainya. beberapa
bahan anti kempal yang diizinkan di dalam bahanbahan untuk makanan diantaranya
:
- Karagen
- Aluminium silikat
- Kalsium aluminium silikat
- Kalsium silikat
- Magnesium karbonat
- Magnesium oksida dan magnesium silikat
9. Pemutih dan Pematang Tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker,
biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan
untuk makanan diantaranya :
- Asam askorbat
- Natrium stearoil-2-laktat
10. Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan
menjadi lebih keras atau mencegah
makanan menjadi lebih lunak.
Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan
diantaranya :
- Kalsium glukonat
- Kalsium klorida
- Kalsium sulfat
11. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada
makanan sehingga memantapkan wania dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan
wama makanan. Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk makanan
diantaranya:
- As am fosfat
- Isopropil sitrat
- Kalsium dinatrium edetat (EDTA)
- Monokalium fosfat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara
alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan
makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan
atau campuran bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat, dan pengental.
Didalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa Bahan Tambahan
Makanan yang selanjutnya disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
3.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, penulis mengharapkan kepada para mahasiswa, agar dapat
memahami dan menambah pengetahuan kita tentang Bahan Tambahan Pangan Serta
diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Saparinto, C.
2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar