Rabu, 22 November 2017

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan   keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat
Terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termasuk dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
Pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.











1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mekanisme kerja dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan?
2.      Apa dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat jika Universal Health Coverage tidak tercapai secara optimal?
3.      Mengapa dalam Jamkesmas dan Jamkesda biaya kesehatan dan mutu pelayanannya menjadi sulit terkendali?

1.3  Tujuan Penulisan Masalah
1.      Bagaimana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi tolak ukur bagi masyarakat dalam memenuhi kesehatan dan kesejahtraan setiap individu agar supaya tidak lagi menjadi wacana tapi sudah menjadi realitas.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Jaminan Kesehatan Sosial.
1. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN)
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:
                         
         Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari  peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
         Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
         Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasiona ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.


Kelebihan sistem asuransi sosial di banding kan dengan asuransi komersial antara lain:

Asuransi Sosial

Asuransi Komersial
1.1. Kepesertaan bersifat wajib
       untuk semua penduduk)**
11.1. Kepesertaan bersifat sukarela
2. Non Profit
2.  2. Profit
3. Manfaat komprehensif
3 3. Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.

** berpotensi mencakup 100% penduduk (universal coverage) dan relatif dapat menekan peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

2. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
           Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

          Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
           Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
           Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

          Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
         Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan   penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut  untuk kesejahteraan peserta.
          Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
           dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
           sebesar-besar   kepentingan peserta.


2.2 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

1.      Kepersertaan
Beberapa pengertian:
          Peserta

adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
         Pekerja

adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
         Pemberi Kerja

adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

 Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a)      Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir mis­kin dan orang
tidak mampu.
b)      Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
 mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
        a) Pegawai Negeri Sipil;
        b) Anggota TNI;
        c) Anggota Polri;
        d) Pejabat Negara;
        e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
        f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
    a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
        b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
        c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang
                        bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
        a) Investor;
        b) Pemberi Kerja;
        c) Penerima Pensiun;
        d)Veteran;
        e)Perintis Kemerdekaan; dan
        f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
          yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:
        a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
        b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
        c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
        d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
         a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
         b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:
                1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
                2.  belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia
                     25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
             
Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

6) Syarat pendaftaran
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
7) Lokasi pendaftaran
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.

8) Prosedur pendaftaran Peserta
    a) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
    b) Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan
        diri sebagai  Peserta kepada BPJS Kesehatan.
    c) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya      sebagai
        Peserta kepada BPJS Kesehatan.

9) Hak dan kewajiban Peserta
   Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan
    a) identitas   Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan
    yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
   Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk:
    a)  membayar iuran dan
    b)  melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan
         dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
                         
10) Masa berlaku kepesertaan
       a)  Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
            bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
       b)  Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.
       c)  Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.

11) Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.


2.3 Pembiayaan

1. Iuran
    Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
    oleh     Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
    Kesehatan    (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

    2. Pembayar Iuran
        bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
        bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.
        bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar
        oleh Peserta yang bersangkutan. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional
        ditetapkan  melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai
        dengan  perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
3. Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
        Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
        Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan
        gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan          tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.

5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa  elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.












BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
Pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.

3.2  Saran
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.












DAFTAR PUSTAKA
www.depkes.go.id
www.jkn.kemkes.go.id
Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Budaya dan Perilaku

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan p...